My Favourite Music
Kamis, 31 Juli 2014
Album Pernikahan Adek Asrofi and Siswoyo
Kota Metro, Lampung, Indonesia
Sidodadi, Sekampung, East Lampung, Lampung 34382, Indonesia
Maafkan atas segala salah dan khilafku...
Orang yang pasti tidak nyaman dalam keluarga, orang yang
pasti tidak tentram dalam bertetangga, orang yang pasti tidak nikmat dalam
bekerja adalah orang-orang yang paling busuk hatinya. Yakinlah, bahwa semakin
hati penuh kesombongan, semakin hati suka pamer, ria, penuh kedengkian,
kebencian, akan habislah seluruh waktu produktif kita hanya untuk meladeni
kebusukan hati ini. Dan sungguh sangat berbahagia bagi orang-orang yang berhati
bersih, lapang, jernih, dan lurus, karena memang suasana hidup tergantung
suasana hati. Di dalam penjara bagi orang yang berhati lapang tidak jadi
masalah. Sebaliknya, hidup di tanah lapang tapi jikalau hatinya terpenjara,
tetap akan jadi masalah.
Salah satu yang harus dilakukan agar seseorang terampil menjernihkan hati adalah kemampuan menyikapi ketika orang lain berbuat salah. Sebab,
seorang istri (kata orang2 yang sudah beristri) akan berbuat salah kepada suami, anak akan berbuat salah, tetangga kita akan
berbuat salah, teman kantor kita akan berbuat salah, atasan di kantor kita akan
berbuat salah karena memang mereka bukan malaikat. Namun sebenarnya yang jadi
masalah bukan hanya kesalahannya, yang jadi masalah adalah bagaimana kita
menyikapi kesalahan orang lain.
Sebetulnya sederhana sekali tekniknya yaitu
tanyakan pada diri sendiri, apa sih yang paling diinginkan dari sikap orang lain pada diri
kita ketika kita berbuat salah...? Kita sangat berharap agar orang lain tidak
murka kepada kita. Kita berharap agar orang lain bisa memberitahu kesalahan kita
dengan cara bijaksana. Kita berharap agar orang lain bisa bersikap santun dalam
menikapi kesalahan kita. Kita sangat tidak ingin orang lain marah besar atau
bahkan mempermalukan kita di depan umum. Kalaupun hukuman dijatuhkan, kita ingin
agar hukuman itu dijatuhkan dengan adil dan penuh etika. Kita ingin diberi
kesempatan untuk memperbaiki diri. Kita juga ingin disemangati agar bisa
berubah. Jika keinginan-keinginan ini ada pada diri kita, mengapa ketika
orang lain berbuat salah, kita malah mencaci maki, menghina, memvonis, memarahi,
bahkan tidak jarang kita mendzolimi...?
Saudaraku, seharusnya ketika ada orang lain berbuat
salah, apalagi posisi kita sebagai seorang pemimpin, maka yang harus kita
lakukan adalah dengan bersikap sabar pangkat tiga. Sabar, sabar, dan sabar.
Artinya, kalau kita jadi pemimpin, dalam skala apapun, kita harus siap untuk
dikecewakan. Mengapa...? Karena yang dipimpin kualitas pribadinya belum
tentu sesuai dengan yang memimpin. Maka, seorang pemimpin yang tidak siap
dikecewakan dia tidak akan siap memimpin.
Oleh karena itu, jika ada orang melakukan kesalahan,
maka sikap mental kita, pertama, kita harus tanya apakah orang yang berbuat salah ini
tahu atau tidak bahwa dirinya salah...? Kenapa ada orang yang berbuat salah dan
dia tidak mengerti apakah itu suatu kesalahan atau bukan. Contoh yang sederhana,
ada seorang wanita dari desa yang dibawa ke kota untuk bekerja sebagai pembantu
rumah tangga. Ketika hari-hari pertama bekerja, dia sama sekali tidak merasa
bersalah ketika kran-kran air di kamar mandi, toilet, wastafel, tidak dimatikan
sehingga meluber terbuang percuma, mengapa...? Karena di desanya pancuran air
untuk mandi tidak ada yang pakai kran, di desanya tidak ada aturan penghematan
air, di desanya juga tidak ada kewajiban membayar biaya pemakaian air ke PDAM,
sebab di desanya air masih begitu melimpah ruah. Tata nilai yang berbeda membuat
pandangan akan suatu kesalahan pun berbeda. Jadi, kalau ada orang yang berbuat
salah, tanya dululah, dia tahu tidak bahwa ini sebuah kesalahan.
Lalu, kalau dia belum tahu kesalahannya, maka kita harus
memberi tahu, bukannya malah memarahi, memaki, dan bahkan mendzolimi. Bagaimana
mungkin kita memarahi orang yang belum tahu bahwa dirinya salah, seperti halnya,
bagaimana mungkin kita memarahi anak kecil yang belum tahu tata nilai perilaku
orang dewasa seumur kita ? Misal, di rumah ada pembantu yang umurnya baru 24
tahun, sedangkan kita umurnya 48 tahun, hampir separuhnya. Bagaimana mungkin
kita menginginkan orang lain sekualitas kita, sama kemampuannya dengan kita,
sedangkan kita berbuat begini saja sudah rentang ilmu begitu panjang yang kita
pelajari, sudah rentang pengalaman begitu panjang pula yang kita lalui.
Maka tahap pertama adalah memberitahu orang yang berbuat
salah dari tidak tahu kesalahannya menjadi tahu dimana letak kesalahan dirinya.
Selalu kita bantu orang lain mengetahui kesalahannya.
Tahap kedua, kita bantu orang tersebut mengetahui jalan
keluarnya, karena ada orang yang mengetahui bahwa itu suatu masalah, tapi dia tidak tahu
harus bagaimana menyelesaikannya...? Maka, posisi kita adalah membantu orang yang
berbuat salah mengetahui jalan keluarnya.
Dan tahap yang ketiga adalah membantu orang yang berbuat
salah agar tetap bersemangat dalam memperbaiki kesalahan dirinya. Ini lebih
menyelesaikan masalah daripada mencaci, memaki, menghina, mempermalukan. Karena anak kita adalah bagian dari diri kita, istri kita adalah bagian
dari keluarga kita, saudara-saudara kita adalah bagian dari khazanah kebersamaan
kita, kenapa kita harus penuh kebencian, kedengkian, menebar kejelekan,
ngomongin kejelekan, apalagi dengan ditambah-tambah, dibeberkan aib-aibnya,
bagaimana ini...? Lalu, apa yang berharga pada diri kita...? Padahal, justru kalau
kita melihat orang lain salah, maka posisi kita adalah ikut membantu memperbaiki
kesalahannya.
Saudaraku, semestinya yang kita lakukan adalah berusaha
membantu agar orang yang berbuat salah mampu menyelesaikan masalah yang
dihadapinya. Membantu orang yang berbuat salah mengetahui bahwa yang
dilakukannya adalah suatu kesalahan. Membantu orang yang berbuat salah agar ia
tahu bagaimana cara memperbaiki kesalahannya. Dan membantu orang yang berbuat
salah agar tetap bersemangat dalam memperbaiki kesalahan dirinya.
Melihat orang yang belum shalat, justru harus kita bantu
dengan mengingatkan dia tentang pentingnya shalat, membantu mengajarinya tata
cara shalat yang benar, membantu dengan mengajaknya supaya dia tetap bersemangat
untuk melaksanakan shalat secara istiqamah. Lihat pemabuk, justru harus kita
bantu supaya pemabuk itu mengenal bahayanya mabuk, membantu mengenal bagaimana
cara menghentikan aktivitas mabuk. Artinya, selalulah posisikan diri kita dalam
posisi siap membantu. Walhasil, orang-orang yang pola pikirnya selalu rindu
untuk membantu memperbaiki kesalahan orang lain, dia tidak akan pernah benci
kepada siapapun. Tentu saja ini lebih baik, dibanding orang yang hanya bisa
meremehkan, mencela, menghina, dan mencaci. Padahal orang lain berbuat
kesalahan, dan kita pun sebenarnya gudang kesalahan.
Wallohu'alam...
>>Semoga Bermanfaat<<
Kota Metro, Lampung, Indonesia
Banjar Rejo, Batanghari, East Lampung, Lampung, Indonesia
Mari Berlapang Hati...
Hati yang lapang dapat diibaratkan sebuah lapangan yang
sangat luas membentang, walaupun ada anjing, ada ular, ada kalajengking, dan ada aneka
binatang buas lainnya, pastilah lapangan akan tetap luas. Aneka binatang buas
yang ada malah makin nampak kecil dibandingkan dengan luasnya lapangan.
Sebaliknya, hati yang sempit dapat diibaratkan ketika kita berada di sebuah
kamar mandi yang sempit, baru berdua dengan tikus saja, pasti jadi masalah.
Belum lagi jika dimasukkan anjing, singa, atau harimau yang sedang lapar,
pastilah akan lebih bermasalah lagi.
Entah mengapa kita sering terjebak dalam pikiran yang
membuat hari-hari kita menjadi hari-hari yang tidak nyaman, yang membuat pikiran
kita menjadi keruh, penuh rencana-rencana buruk. Waktu demi waktu yang dilalui
sering kali diwarnai kondisi hati yang mendidih, bergolak, penuh ketidaksukaan,
terkadang kebencian, bahkan lagi dendam kesumat. Capek rasanya. Menjelang tidur,
otak berpikir keras menyusun rencana bagaimana memuntahkan kebencian dan
kedendaman yang ada di lubuk hatinya agar habis tandas terpuaskan kepada yang
dibencinya. Hari-harinya adalah hari uring-uringan makan tak enak, tidur tak
nyenyak dikarenakan seluruh konsentrasi dan energinya difokuskan untuk memuaskan
rasa bencinya ini.
Sungguh alangkah menderitanya orang-orang
yang disiksa oleh kesempitan hati. Dia akan mudah sekali tersinggung, dan kalau
sudah tersinggung seakan-akan tidak termaafkan, kecuali sudah terpuaskan dengan
melihat orang yang menyinggungnya menderita, sengsara, atau tidak berdaya.
Seringkali kita dengar orang-orang yang dililit derita
akibat rasa bencinya. Padahal ternyata yang dicontohkan para rosul, para nabi,
para ulama yang ikhlas, orang-orang yang berjiwa besar, bukanlah mencontohkan
mendendam, membenci atau busuk hati. Yang dicontohkan mereka justru
pribadi-pribadi yang berdiri kokoh bagai tembok, tegar, sama sekali tidak
terpancing oleh caci maki, cemooh, benci, dendam, dan perilaku-perilaku rendah
lainnya. Sungguh, pribadinya bagai pohon yang akarnya menghunjam ke dalam tanah,
begitu kokoh dan kuat, hingga ketika diterpa badai dan diterjang topan sekalipun, tetap
mantap tak bergeming.
Tapi orang-orang yang lemah, hanya dengan perkara-perkara
remeh sekalipun, sudah panik, amarah membara, dan dendam kesumat. Walaupun non
muslim, kita bisa mengambil pelajaran dari Abraham Lincoln (mantan Presiden
Amerika). Dia bila memilih pejabat tidak pernah memusingkan kalau pejabat yang
dipilihnya itu suka atau tidak pada dirinya, yang dia pikirkan adalah apakah
pejabat itu bisa melaksanakan tugas dengan baik atau tidak. Beberapa orang kawan
dan lawan politiknya tentu saja memanfaatkan moment ini untuk menghina, mencela,
dan bahkan menjatuhkannya, tapi ia terus tidak bergeming bahkan ia berkata dengan
arifnya,
"Kita ini adalah anak-anak dari keadaan, walau kita
berbuat kebaikan bagaimanapun juga, tetap saja akan ada orang yang mencela dan
menghina. Karena pencelaan, penghinaan bukan selamanya karena kita ini tercela
atau terhina. Pastilah dalam kehidupan ini ada saja manusia yang suka menghina
dan mencela".
Jadi, ia tidak pusing dengan hinaan
dan celaan orang lain. Nabi Muhammad, SAW adalah manusia yang paling sempurna&paling baik akhlaqnya, tapi tetap saja
pernah dihina, dicela, dan dilecehkan. Bagaimana mungkin model kita ini, tidak
ada yang menghina? Padahal sebenarnya kita ini hina betulan.
Mari kita kembali mengingat bahwa hidup kita di dunia ini hanya satu kali,
sebentar dan belum tentu panjang umur, amat rugi jikalau kita tidak bisa menjaga
suasana hati ini. Mari kita tanamkan dalam sanubari bahwa kekayaan yang paling mahal dalam mengarungi
kehidupan ini adalah suasana hati kita ini. Walaupun rumah kita sempit, tapi
kalau hati kita 'plooong' lapang akan terasa luas. Walaupun tubuh kita sakit,
tapi kalau hati kita ceria, sehat, akan terasa enak. Walaupun badan kita lemes,
tapi kalau hati kita tegar, akan terasa mantap. Walaupun mobil kita merek
murahan, motor kita modelnya sederhana, tapi kalau hati kita indah, akan tetap
terhormat. Walaupun kulit kita kehitam-hitaman, tapi kalau batinnya jelita, akan
tetap mulia. Sebaliknya, apa artinya rumah yang lapang kalau hatinya sempit...?
Apa artinya Fried Chicken, Burger, Hoka-hoka Bento, dan segala makanan enak
lainnya, kalau hati sedang membara...? Apa artinya raungan ber-AC kalau hati
mendidih...? Apa artinya mobil BMW, kalau hatinya bangsat...?
Lalu, bagaimana cara kita mengatasi perasaan-perasaan
seperti ini ? Yang pertama harus kita kondisikan dalam hati ini adalah kita
harus sangat siap untuk terkecewakan, karena hidup ini tidak akan selamanya
sesuai dengan keinginan kita. Artinya, kita harus siap oleh situasi dan kondisi
apapun, tidak boleh kita hanya siap dengan situasi yang enak saja. Kita harus
sangat siap dengan situasi dan kondisi sesulit, sepahit dan setidak enak apapun.
Seperti pepatah mengatakan, 'sedia payung sebelum hujan'. Artinya, hujan atau
tidak hujan kita siap.
Hal kedua yang harus kita lakukan kalau toh ada orang
yang mengecewakan kita, adalah dengan jangan terlalu ambil pusing, sebab kita
akan jadi rugi oleh pikiran kita sendiri. Sudah lupakan saja. Yang membagikan
rizki adalah Alloh, yang mengangkat derajat adalah Alloh, yang menghinakan juga
Alloh. Apa perlunya kita pusing dengan omongan orang, sampai 'doer' itu bibir
menghina kita, sungguh tidak akan kurang permberian Alloh kepada kita.
Mati-matian ia menghina, yakinlah kita tidak akan hina dengan penghinaan orang. Kita itu hina karena kelakuan hina kita sendiri.
Nabi SAW, dihina, tapi toh tetap cemerlang bagai intan
mutiara. Sedangkan yang menghinanya, Abu Jahal sengsara. Salman Rushdie ngumpet
tidak bisa kemana-mana, Permadi, Arswendo Atmowiloto masuk penjara. Siapa yang
menabur angin akan menuai badai. Dikisahkan ketika Nabi Isa as dihina, ia tetap
senyum, tenang, dan mantap, tidak sedikitpun ia menjawab atau membalas dengan
kata-kata kotor mengiris tajam seperti yang diucapkan si penghinanya. Ketika
ditanya oleh sahabat-sahabatnya, "Ya Rabi (Guru), kenapa engkau tidak menjawab
dengan kata-kata yang sama ketika engkau dihina, malah Baginda menjawab dengan
kebaikan ?" Nabi Isa as, menjawab : "Karena setiap orang akan menafkahkan apa
yang dimilikinya. Kalau kita memiliki keburukan, maka yang kita nafkahkan adalah
keburukan, kalau yang kita miliki kemuliaan, maka yang kita nafkahkan juga
kata-kata yang mulia."
Sungguh, seseorang itu akan menafkahkan apa-apa yang
dimilikinya. Ketika Ahnaf bin Qais dimaki-maki seseorang menjelang masuk ke
kampungnya, "Hai kamu bodoh, gila, kurang ajar!", Ahnaf bin Qais malah menjawab, "Sudah? Masih ada yang lain yang akan disampaikan? Sebentar lagi saya masuk ke
kampung Saya, kalau nanti di dengar oleh orang-orang sekampung, mungkin nanti
mereka akan dan mengeroyokmu. Ayo, kalau masih ada yang disampaikan,
sampaikanlah sekarang..."
Dikisahkan pula di zaman sahabat, ada seseorang yang
marah-marah kepada seorang sahabat nabi, "Silahkan kalau kamu ngomong lima patah
kata, saya akan jawab dengan 10 patah kata. Kamu ngomong satu kalimat, saya akan
ngomong sepuluh kalimat". Lalu dijawab dengan mantap oleh sahabat ini, "Kalau
engkau ngomong sepuluh kata, saya tidak akan ngomong satu patah kata pun".
Oleh karena itu, jangan ambil pusing, jangan dipikirin.
Dale Carnegie, dalam sebuah bukunya mengisahkan tentang seekor beruang kutup
yang ganas sekali, selalu main pukul, ada pohon kecil dicerabut, tumbang dan
dihancurkan. Di tengah amukannya, tiba-tiba ada ada seekor binatang kecil yang
lewat di depannya. Anehnya, tidak ia hantam, sehingga mungkin terlintas dalam
benak si beruang ini, "Ah, apa perlunya menghantam yang kecil-kecil, yang tidak
sebanding, yang tidak merugikan kepentingan kita".
Saudaraku, Percayalah...
Makin mudah kita tersinggung, apalagi hanya
dengan hal-hal yang sepele, akan makin sengsara hidup ini. Padahal, mau apa
hidup pakai sengsara, karena justru kita harus menjadikan orang-orang yang
menyakiti kita sebagai ladang amal, karena kalau tidak ada yang menghina,
menganiaya, atau menyakiti, kapan kita bisa memaafkan...?
Justru karena adanya lawan, ada yang menghina,
ada yang menyakiti, kita bisa memaafkan. Kalau dia masih muda, anggap saja
mungkin dia belum tahu bagaimana bersikap kepada yang tua, daripada sebel
kepadanya. Kalau dia masih kanak-kanak, pahami bahwa tata nilai kita dengan dia
berbeda, mana mungkin kita tersinggung oleh anak kecil. Kalau ada orang tua yang
memarahi kita, jangan tersinggung, mungkin dia khilaf, karena terlalu tuanya.
Yang pasti makin kita pemaaf, makin kita berhati lapang, makin bisa memahami
orang lain, maka akan makin aman dan tenteramlah hidup kita ini, Subhanalloh...
>>Semoga Bermanfaat<<
Kota Metro, Lampung, Indonesia
Banjar Rejo, Batanghari, East Lampung, Lampung, Indonesia
Langganan:
Postingan (Atom)